Wednesday, 18 December 2013

Dimana Negeriku ?

Dulu, negeriku rajin mengikis topeng-topeng liberalisme dan kapitalisme bahkan imperialisme tidak dibiarkan mengelak asyik dinegeri ini. Padahal paham ini telah banyak mengiringi masyarakat Indonesia ke ideology tak bernilai tanpa disadari benturan kaum idealis bengkak akibat sendatan ideology ini yang sengaja menyirami kultur bangsa semakin plin-plan kehilangan arah tanpa jejak dan di telan ketidak pastian pemahaman.
Menghargai nilai-nilai patriotisme dan nasionalisme telah menjadi bagian separuh sikap hidup bangsa Indonesia untuk mencerminkan jasa para pahlawan yang gigih mengangkat bendera merah putih berkorban untuk kita. Namun hal ini harus sejalan dengan kemajuan era zaman pergulatan asing yang terus menghegemoni di berbagai sudut agar eksistensi pemahaman masyarakat berdendang di atas nilai itu tidak semerta-merta melantunkan bias kenikmatan, menari di atas jejak pahlawan, berfoya-foya dan terhibur oleh hedonisme belaka.Sepenggal nafas negeri ini butuh cengkraman titian sang penakluk untuk menjadi benteng escapade penerang negeri, mereka yang hanya mendoktrin dan meludah dengan semburan yang busuk, kiprah sang pemimpin tidak lagi di sandarkan. Mereka melotot menarik Jas Merah menginjak-injak merobek dan membuangnya. Negeriku menangis nyaris tertatih mengguyurkan air mata pilu.Monopoli imperialisme terus menerus menyirami Founding Fathers kita, tidakkah kita sadar, harapan negeri ini terseret dan terbawa arus memilukan, persis seperti inilah keadaan kita saat ini: maju tak gentar, membela yang bayar penjahat duduk di kursi terdepan di agungkan oleh para penjilat, di tengah kalangan yang di bilang “Terhormat”.
Kita tau dan paham, hiburan memang asyik untuk di nikmati berdendang di setiap hari lewat hiburan di media Televesi sangat jarang kalau kita tidak mengenalnya seperti Inbox, Dahsyat dan hiburan yang bercorak memanipulasi kultur bangsa ini di setiap harinya. Tentunya hal seperti ini jadi pelipur lara dalam menikmati kehidupan, walau hidup adalah permainan namun kita jangan sampai di permainkan (lirik lagu Iwan Fals : manusia setengah dewa).Arus modifikasi pemerintahan bagaimana seharusnya bertindak untuk meredakan hal yang bersifat hedonis ini, lantas ranah imperialisme dorongan dari luar terlalu bebas di biarkan tanpa di atasi. Imbasnya kultur bangsa ini semakin merajalela khususnya di kalangan remaja. Padahal hal yang kita anggap biasa dengan corak fenomena ini ternyata kita telah jadi prodak imperialisme, dekadensi moral merosot dan tercela di permukaan negeri lain.Lebih para lagi penyimpangan perilaku remaja sudah tidak lagi mencerminkan orang terpelajar dan terdidik, pergeseran moral semakin menggelang di status remaja bahkan krisis identitas telah termasuk dari bagian tanda-tanda ini. Segudang harapan bangsa sudah mulai punah terbakar jargon-jargon dogmatis, jati dirinya sudah tidak lagi di tampakkan sebagai generasi yang berbudi luhur, mereka terjebak dalam pergaulan bebas dan terjerumus pada perilakuamoral seperti tawuran, tindak criminal, pemerkosaan, narkoba, miras bahkan free sex”.Di tambah permainan spekulasi kaum koruptor jerat memanipulasi rakyat oknum-oknum penguasa saling beradu skill untuk mendapatkan kedudukan garda posisi terdepan, memalingkan hak kekuasaan rakyat mereka telan mentah-mentah demi kepentingan duniawi sesaat.Persis dengan apa yang dilontarkan Umar Malik Muchtar dalam tulisannya menyikapi Faktor PNS Muda Korupsi “Praktik korupsi di Indonesia bukan hanya mengakar, tetapi juga menular dari yang tua, dan mencontohkan dari yang tua”Banyak fenomena di negeri ini menjadi sesuatu yang sangat menjijikkan telah di-lakukan oleh dewan kehormatan atau kalangan Elite politik yang justru mengerti persoalan kebangsaan sehingga yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin.Keanekaragaman berbagai macam jenis kasus-kasus korupsi semakin menambah nominal sensus dari setiap pecan melanda serius di alami negeri ini bahkan aparat hokum lebih di katakan tidak “Bijak” jika menindak lanjuti permasalahan yang bersifat destruktif ini apabila di biarkan tanpa segera menyingsingkan lengan baju, sebelum lebih serius merambat di kalangan hak penguasa lainnya baik dari jajaran pejabat ekskutif, legislative dan ke tingkat yudikatif.
Problematika hal semacam ini mungkin tidak asing lagi terdengar di telinga hampir kita menganggapnya adalah sesuatu hal yang biasa, hal ini pula terlintas relative di media public, majalah, Koran dll, semua prodak tekhnologi dan sarana informasi telah banyak mengiringi kita ke jendela mata pengetahuan. Namun apakah kita tidak nyaris berseru melihat realitas nasib negeri ini yang terdampar membentang luas tersendat dengan hiruk pikuk politik di tangan kaum durjana.Kondisi nyata dan terkini bangsa Indonesia, kondisi bangsa kita sudah jelas, yakni terpuruk dan merosot citra, martabat, dan harkat atau wibawanya di mata bangsa-bangsa di dunia.Siklus panorama zona negeri ini secara ranah teologi, alam lingkungan sekitar carut marut di nilai dari aspek tragedy hukum alam banyak sekali musibah-musibah menerjang di berbagai sudut penjuru dan kawasan, mulai dari banjir, badai, tanah longsor, tindakan criminal sampai ke tahap abruknya perekonomian nasional seperti naiknya harga BBM yang di keluh sangat oleh masyarakat, gambaran ini tidak lepas dari keanekaragaman (diversitas) warna-warni kejadian yang bemuara di negeri ini mengambil alih sikap kemampuan belajar hidup bersama (learning to live to-gether) di tengah kegersangan sikap hidup yang kurang mawas diri sukar kita koreksi.Sudah tidak ada pilihan lain negeri ini selain figure generasi bangsa siap paten mempijaki harapan baru dengan mengisi elite cendekiawa ke depan yang lebih baik, moralitas di tingkatkan dengan mencerminkan diri sosok yang mengagungkan ke daulatan bangsa nilai patriotisme dan nasionalisme adalah sandarannya, tidak gampang terdoktrin oleh ajaran dogmatis yang sudah jelas mengkaburi nilai ideology bangsa kita.Mengabdi kepada segenap pahlawan yang telah gugur di medan pertempuran melawan pasukan penjajah luar, kolonialisme yang tidak berhak menginjak tanah negeri ini di tangan panglima rakyat yang telah berjuang menaruh nyawanya berhembus “Merdeka” sampai ke depan pintu gerbang seperti kita telah rasakan saat ini.Negeriku, akulah tumpuan darahmu mengalir di relung nadimu terdetak jantungmu mengeras seperti batu itulah aku, yang bakal mengikis pijar-pijar yang hamper redup, terselundup, berkorban demi harkat dan martabatmu.

No comments:

Post a Comment